Nyrtea


Glowing Maximal Tanpa Menguras Dompet Berlebih

Manfaat untuk kesehatan kulit:
- Mencegah penuaan dini
- Mempercepat proses penyembuhan luka
- Mengatasi jerawat
- Mengatasi gatal-gatal

Produk ini sangat terjangkau dengan harga Rp. 45.000 saja

Tak perlu ragu! Dengan Nyrtea semua masalah kulit teratasi

Alamat: Bali Ratih Jombang
atau di nomor: 085735067315


Puisi Hilda EL



Melepas Iringanmu

Di atas gundukan merah yang masih basah 
Tertancap sebuah batu, berlukiskan indah namamu
Di sana kau bermalam ....

Meninggalkan aku, sendirian 
Melangkah jauh lebih dulu
Hadirmu hanya sekejap
Padahal inginku kau menetap

Bergurau siang malam
Berbagi kisah, walau hanya sekadar ocehan
Bukan hakku memang, 
Saat Rabb sudah memanggilmu pulang

Aku hanya bisa membisu, melepas iringanmu
Mencoba menghentikan lautan air mata
Tunggu aku hingga menyusulmu
Semoga panggilanku semudah dirimu

19 Februari 2023

Biodata Penulis

Hilda Eil Liana, lahir di Jember, 26 September 2004 silam. Perempuan ini menyukai puisi dan cerpen, ia bergiat di Komunitas Bintang Literasi Indonesia.

Pekan Berpuisi

Sajak yang Ditinggalkan
Friska

Pada pojok kamar paling gelap
Di mana takkan pernah kau singgahi lagi
Kau letakkan aku di sana

Kau biarkan aku berserakan pada bawah ranjang tidurmu
Aku menghitung detik, menunggu waktu kau datang padaku

Tapi, kau tak pernah datang lagi

Barangkali kau bosan padaku
Yang hanya beberapa sajak tanpa judul

Pangkalpinang, 17 Desember 2021

Cinta Hanya Maha Menghidupkan
Agus Sanjaya

dalam kata cinta
oase sebening kaca mengalir,
menumbuhkan tunas-tunas kelapa
dan menyejukkan kerongkongan
dari jerat musim kekeringan

dewi cinta sendiri
telah membawa bibit dari surga
dan menaburkan pada jiwa manusia
yang seperti tanah gersang
berganti zona tetumbuhan subur

itu sebabnya,
cinta tak mengenal nama dosa
ia hanya maha menghidupkan
hati emas Adam dan Hawa
dalam kisah panjang agama

seperti pula Romeo-Julieta
yang membenci suasana penjara
lebih menikmati ajal dalam cinta
selagi memberi napas kebahagiaan
seolah dilahirkan sekali lagi

20 Desember 2022

Santunan Lele Busuk


Kau dan adikmu hanya memiliki ibu, sementara ayahmu telah meninggalkan dunia dalam damai. Kau dan adikmu menjadi anak yatim. Tapi, dunia ini masih baik terhadap kalian. Ada yang memberi bahan pokok seperti: beras, mie, telur, dan lainnya. Terkadang ada yang memberi kalian uang untuk memenuhi kebutuhan.

Di hari itu ibumu sakit, ia tak bisa mencari barang-barang bekas untuk dijual. Uang hasil kerjamu sebagai pengajar ngaji harus dipakai membayar kontrakan yang kian hari makin mahal. Perut adik perempuanmu berbunyi keroncongan dan kau kebingungan.

Di gentong penyimpanan, beras hanya tersisa setengah liter saja. Setelah dicuci bersih, kau lalu menanaknya di atas tungku. Kau meniup api agar tak padam, lama-lama wajahmu jadi hitam terkena asap.

"Kita makan dengan lauk apa ya Mas?" tanya Siti, adikmu satu-satunya.

"Kamu coba cari bayam di belakang, siapa tau belum dimakan ayam tetangga!"

Siti menemukan lima tangkai bayam yang masih utuh, ia lalu mencuci dan memberikannya padamu. Kau lalu merebusnya dan menambahkan sedikit garam. Seumpama mie dan telur masih ada, pasti takkan repot mencari lauk untuk makan.

Tiba-tiba pintu diketuk, kau agak terkejut. Adikmu membukakan pintu segera, dari raut mukanya sangat gembira. Ia lalu berterimakasih dengan orang itu. Kau lekas mendatangi Siti untuk bertanya, "Ada apa tadi?"

"Bu Imas, baru saja memberi kita sekantong lele. Katanya sisa panen Mas."

"Coba kamu buka! Nanti kita goreng untuk tambahan lauk."

Siti membukanya dengan suka ria, tapi perlahan raut wajahnya jadi masam. "Kok baunya agak aneh ya Mas, beneran nih kita masak?"

"Coba Mas lihat." Kamu yang penasaran membukanya lebar-lebar, ada tiga buah lele berukuran sedang dan berbau menyengat.

Kamu memilih memasaknya, lalu bagian yang sudah tak bisa dimakan langsung kamu buang. Kau membuat sambal yang cukup pedas untuk menetralisir lauk kurang sedap itu. Semuanya selesai, kau, ibu, dan adikmu memutuskan makan siang bersama.

"Kok perut ibu jadi mules begini ya?" tanya ibumu merasa aneh.

"Mungkin ibu kebanyakan makan sambal!" katamu beralasan.

"Tapi, ibu tadi nggak makan sambal sama sekali ... Sudahlah, ibu mau ke kamar mandi dulu!"

"Bu cepetan, ini Siti ikutan mules!"

Kamu bingung dengan apa yang terjadi. Setelah berpikir, kamu menyimpulkan bahwa ini akibat memakan lele busuk. Kau tidak makan sedikit pun, karena memang kamu tidak suka makan ikan sejak bayi.

Kau mengambil beberapa helai daun jambu biji di belakang rumah. Lalu merebusnya dan meminta ibu beserta adikmu untuk minum. Kau lega, saat perut keduanya terasa lebih membaik.

"Bu, Andi minta maaf. Jika tadi tak mengolah lele busuk. Pasti kejadiannya tidak begini."

"Nggak apa-apa, sekarang ibu kan sudah enakan." Ibu mengelus rambut kalian berdua. "Seumpama Bu Imas memberi lele lagi, biar ibu yang akan menolaknya!"

"Jangan Bu! Nanti orangnya tersinggung."

Ibumu memilih pergi dan menonton televisi. Kau dan Siti juga ikut duduk untuk menikmati. Tak terasa malam pun datang dan kalian semua akhirnya tidur. Ibu dan adikmu di ranjang depan tivi. Sementara kamu di kamar tidur bekas bapakmu dulu.

*****

Siang itu, kalian mendapat santunan berupa beras dan uang. Kalian semua cukup bahagia, tak perlu repot memikirkan makan apa. Membeli telur, ayam, atau sayuran di pedagang keliling sudah cukup.

Bu Imas kembali datang ke rumah. Sama seperti kemarin, kerudung panjang dengan baju muslimah tak pernah lupa dikenakan. Ia selalu datang sendiri, sang suami masih mengajar sebagai dosen di Madrasah Aliyah terdekat. Bu Imas menyodorkan sebuah kantong hitam, baunya yang tak sedap langsung membuatmu paham. Kau menerimanya begitu saja. Setelah orangnya pergi, kau langsung membuangnya ke samping rumah. Membiarkan lele-lele itu dimakan kucing nantinya.

"Mengapa kamu tak menolaknya saja?" tanya ibumu dengan wajah cukup kesal.

"Suaminya sudah baik pada kita Bu. Setiap bulan memberi kita jatah beras 10 Kg."

"Ah sudahlah, ibu malas debat denganmu."

*****

Kau berjalan ke samping rumah untuk menjemur pakaian. Kau merasa lucu melihat lele busuk itu masih utuh, berarti kemarin tak ada satu pun kucing yang mau mendekatinya. Dalam batinmu, 'Kucing saja tak mau makan, apalagi manusia'

Di suatu sore, Pak Mashud datang ke rumahmu. Mengundangmu datang ke walimatul pernikahan putrinya selepas magrib. Kau datang ke rumah Pak Mashud yang dihias dengan cantik. Setelah acara doa bersama, kau pulang membawa satu kantong nasi kotak dan jajanan tradisional (Jadah, jenang, lumpia, apem, nagasari).

Kau menikmati semua itu bersama adik dan ibumu. Sambil menonton acara televisi, lambat laun kantuk mulai menyerang. Kalian memutuskan untuk segera tidur.

Tak lama suara pintu terdengar diketuk, membuat ibumu kembali bangun. Bu Imas tersenyum dan mengulurkan sekantong ikan lele, tapi ibumu menepisnya dengan halus. "Maaf Bu Imas, saya tidak bisa menerimanya. Ikannya sudah tak layak dimasak."

"Lho, lele-lele ini masih baik kok Bu."

"Aromanya saja sudah busuk begitu Bu."

"Ini santunan dari saya lho Bu. Kok malah ditolak, nggak baik."

"Maaf Bu. Ibu bawa pulang saja! Atau diberikan pada orang lain," kata ibumu sambil membekap hidung. Setelah Bu Imas pergi, ia segera masuk dan menutup pintu rumah.

*****

Sudah dua bulan, Bu Imas tak pernah lagi memberikan lele ke rumahmu. Dari kabar yang beredar, ia telah meninggal dalam sebuah kecelakaan. Kau dan adikmu merasa terkejut mendengarnya. "Innalillahi Wa Innailaihi Rajiun."

"Tapi yang sangat aneh, saat penguburan beliau keluar bau yang sangat busuk," kata Bu Darmi tetanggamu, setelah itu ia pergi.

Ibumu tiba-tiba menyahut, "Bagaimana tidak busuk, ibu yang memasukkan 2 kantong lele mati ke liang kuburnya waktu itu. Hahaha."

"Ibu kok tega banget sih?" tanyamu penuh kecewa.

"Juragan ikan busuk ... Santunan lele busuk ... Kuburannya bau busuk," sorak ibumu berulang kali.

2 Januari 2023

Cerpen Agus Sanjaya

Badut Seratus Koin

Bunga-bunga illawari mulai berguguran, menyebar di jalan menuju Desa Azuria. Merah warnanya membuat mata tak berhenti memandang. Seperti karpet merah untuk model ternama melangkahkan kakinya, hanya saja jauh lebih panjang membentang.

Keindahan itu mungkin tidak bisa dirasakan oleh sepasang suami istri miskin. Mereka hanya memikirkan nasib perut, bagaimana cara mengumpulkan uang untuk membeli sekantong gandum. Kemiskinan harus membuat keduanya merasakan perihnya perut yang melilit. Sungguh ironi yang tak pernah dimengerti oleh penguasa.

Sang suami mencari beberapa ubi yang masih tersisa di pekarangan rumah. Ia mencabut dan membawanya untuk dibakar. Rupanya ubi itu tidak manis sama sekali, hambar seperti kehidupan suami istri tersebut. Meski begitu mereka tetap bersyukur, Tuhan masih memberikan mereka rezeki dan kesehatan.

Mereka menanam jagung di ladang kecil milik orang lain. Sistemnya menyewa lahan, dalam sebulan keduanya harus membayar dua koin emas. Saat panen berlimpah suami istri itu akan bahagia, tetapi saat hama tikus menyerang mereka menjadi rugi besar dan hidup sengsara.

Bibit jagung yang mereka beli dengan harga mahal akan sia-sia. Sementara biaya sewa lahan harus tetap dibayarkan. Tentu saja menjadi utang yang kian menumpuk. Layaknya salju yang terus turun di musim dingin.

"Teddy, kulihat wajahmu semakin suram saja," kata Erick.

"Bagaimana tidak suram? Kami ini menderita, Bung."

"Haha, aku sudah mengetahuinya."

Teddy nampak emosional. "Untuk apa kau bertanya?!" 

"Tenang Bung! Tenang!" kata Erick meminum teh hangatnya, istri Teddy yang menyiapkan teh tersebut tanpa gula karena mahal. "Rasanya sangat manis."

Teddy tertawa lepas, sindiran Erick mengocok perutnya. Belum pernah ia bisa sesenang ini, padahal himpitan hidup kian menyiksanya. "Teh itu dicampur istriku dengan madu hutan."

"Memangnya aku bodoh, bisa kau bohongi." Erick menghela napasnya.

"Kau sebenarnya ke mari, untuk menghibur atau mengejekku?"

"Aku sebenarnya ingin menyarankanmu ke Tuan Miller, beliau memiliki kekayaan yang luar biasa. Apa kau tak ingin meminjam uang padanya?"

Teddy sangat serius mencerna perkataan Erick. Tuan Miller sepertinya bisa membantu Teddy untuk bangkit. Jika Tuan itu mau meminjamkan uangnya, maka utang Teddy akan sedikit menyusut. Lalu Teddy dan istrinya bisa hidup dengan tenang.

Teddy mengikuti saran Erick. Besok sebelum matahari terbit, ia dan Erick akan pergi ke rumah Tuan Miller yang ada di desa tetangga. Yakni Desa Azalea. Rumah Tuan Miller terkenal paling megah diantara yang lainnya. Maklum beliau adalah pemilik banyak lahan di desa tersebut, patut jika kekayaannya berlimpah ruah.

***

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan. Akhirnya Teddy dan Erick sampai di rumah Tuan Miller. Rumahnya seperti istana Raja Louis dari generasi ke generasi. Arsitektur bergaya Roma kuno sangat indah dipandang mata.

"Halo Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang wanita muda dengan pakaian khusus, mungkin dia adalah pelayan Tuan Miller.

"Permisi Nyonya, saya Erick dan ini teman saya namanya Teddy. Apa kami bisa bertemu dengan Tuan Miller?"

"Tuan Miller saat ini sedang bersantai di kolam pribadinya. Mari saya antar menemuinya!"

Erick segera mengikuti wanita itu masuk ke dalam rumah. Teddy yang awalnya ragu dan malu-malu, akhirnya ikut membuntuti Erick dan pelayan tadi pergi. Perjalanan mereka lumayan panjang, kolam pribadi Tuan Miller berada jauh di dalam. Mereka harus melewati beberapa ruangan, mulai ruang tamu dengan air mancurnya yang indah. Ruangan barang antik, ruang keluarga yang tidak boleh dimasuki orang luar. Kamar mandi berlapis permata dan berlian. Ruang bawah tanah dengan lorong yang sangat panjang, taman dengan tanaman hias impor dari China dan Jepang. Lalu sampailah mereka di kolam pribadi tersebut.

Kolam itu dipenuhi lampu warna-warni. Bebatuan dan bunga yang berada di sana didatangkan dari tujuh negara. Bisa dibayangkan sendiri kekayaan yang dimiliki Tuan Miller. Seseorang yang juga cucu konglomerat di Desa Azalea, Tuan Millan Cruise.

"Ada apa kau ingin menemuiku?" tanya Tuan Miller pada inti permasalahannya.

"Saya sedang kesulitan ekonomi. Apakah Tuan mau menolong saya?" tanya Teddy dengan penuh harap.

"Aku sudah menduga, pasti seseorang yang datang ke padaku membutuhkan uang. Sekarang minta temanmu pergi! Aku ingin bicara pribadi denganmu."

"Baik Tuan."

Setelah Erick pergi dari sana, Tuan Miller segera melanjutkan bicaranya. "Kau butuh berapa?"

"Saya butuh lima puluh koin emas, Tuan."

"Itu terlalu kecil untukku, apa kau mau kubayar seratus koin emas?"

"Benarkah Tuan?" tanya Teddy tidak percaya.

"Tentu, asal kau mau menghiburku. Aku akan memberimu uang secara percuma," kata Tuan Miller sambil membuka peti yang berisi penuh dengan koin emas, seperti peti milik The Flying Dutchman di legenda kapal berhantu.

"Pasti Tuan, saya siap melakukan apapun!"

"Baiklah, sekarang kau harus mengambil pisang ini dengan mulutmu!" kata Tuan Miller melempar pisang itu ke tanah, Teddy harus mengambilnya seperti seekor binatang piaraan. 

Tuan Miller tertawa kecil, mainan barunya ini sungguh menyenangkan. Saat beliau terpuruk karena penyakit jantungnya, hiburan dari Teddy seolah suntikan kebahagian. Tuan Miller seperti terlahir kembali ke dunia. Semangatnya kembali membara.

Selanjutnya Tuan Miller meminta Teddy untuk berdandan seperti badut. Lalu Teddy melakukan aksi lempar tangkap dengan beberapa bola, tak hanya itu Teddy juga diminta bergoyang. Teddy benar-benar lelah, tetapi demi uang ia akan melakukan segalanya.

Hari menjelang sore. Teddy diperbolehkan untuk pulang, bahkan Tuan Miller memberikan dua puluh koin emas. Beliau berjanji akan memberikan sisanya, jika Teddy akan kembali lagi besok. Teddy pulang dengan keadaan menyedihkan. Keringat membasahi bajunya, rambut berantakan dan bau menyengat karena habis dilempari telur. Istrinya sangat iba dengan keadaan sang suami. "Apakah kau akan kembali besok?"

"Tentu saja, ini demi kehidupan kita. Sekarang lihatlah ini! Kita punya banyak uang," kata Teddy menunjukkan sekantong koin emas hasil pekerjaannya hari ini.

"Tapi kamu hanya dibuat mainan, aku sedih melihatmu seperti ini!" lirih sang istri yang bernama Dessy, tak terasa air matanya menetes.

Teddy memeluk istrinya dengan hangat, ia berusaha menenangkan sebisa mungkin. "Jangan menangis cantikku! Aku bekerja seperti ini juga demi kamu."

"Baiklah."

***

Keesokan harinya Teddy kembali ke rumah Tuan Miller. Sebelum berangkat ia sudah makan dengan banyak, mengantisipasi pekerjaannya yang sangat menguras tenaga. Tetapi Teddy sangat senang, ia bahagia memiliki pekerjaan itu. Meski hanya sebagai badut penghibur.

Tuan Miller memasangkan rangkaian sosis di tubuh belakang Teddy, lalu melepaskan anjing peliharaannya untuk mengejar. Sungguh hiburan tersendiri untuk Tuan Miller, tetapi untuk Teddy adalah hukuman paling mengerikan. Anjing besar jenis herder itu terus mengejarnya. Jika Teddy sampai digigit, sungguh pengalaman yang menakutkan.

Beruntung Tuan Miller segera meminta pelayannya untuk menangkap anjing itu. Teddy rasanya bisa bernapas dengan lega. Setelah tantangan itu, Teddy kini dilempari dengan tomat. Wajah dan pakaiannya kini merah dan kotor. Lalu Teddy didorong hingga jatuh ke dalam kolam renang. "Aku sudah tidak kuat tertawa lagi," kata Tuan Miller memegangi perutnya yang kram.

Air mata kebahagian menetes. Jantungnya berpacu lebih kencang daripada biasanya, dada Tuan Miller rasanya seperti tercekat. Beliau merasakan sakit di dadanya, mungkin penyakit jantungnya kambuh. Teddy yang kebingungan mulai berteriak memanggil pertolongan. Semuanya sudah terlambat. Tuan Miller sudah meninggal dunia dengan kebahagian yang luar biasa di akhir hayatnya.

November, 2021

Puisi Agus Sanjaya

Sayang Kamu
Tiada yang lebih hangat, daripada dekapanmu
Sebab kamu: selalu pandai menampar angin
Yang terus menggoda perut dan leherku
Aku akan selalu menyayangimu
Meski kau tak punya kaki
2 Juni 2022

Tak Punya Tangan
Setiap kali aku ingin tidur, kau selalu meninabobokkan. 
Walau dengan keterbatasanmu, yang terdiam lumpuh di tempat. 
Dengan kepala hanya menoleh: ke kiri dan kanan, 
tanpa memiliki sepasang tangan. Kau sungguh luar biasa, Sayang.
2 Juni 2022

Saat Kau Lenyap
Setiap bulan
Kau pasti lenyap
Membuat duniaku senyap
Dan aku jadi gila
Mencari-cari penggantimu
Kau memang menyebalkan!
6 Juni 2022


Biodata Penulis

Agus Sanjaya lahir di Jombang, 27 Agustus 2000. Ia mendapatkan juara favorit dalam Lomba Cipta Puisi Nasional Catatan Pringadi tahun 2022. Buku pertamanya berjudul Akar Kuning Nenek, serta keduanya berjudul Lima Sekawan terbit di Guepedia tahun 2020. Saat ini ia tengah sibuk kuliah, mengirimkan karya ke media, dan bergiat menimba ilmu di COMPETER Indonesia serta Kelas Puisi Bekasi

Cerpen Agus Sanjaya

      Ilusi Kalvaria


     Terlihat seorang pemuda memakai jas almamater tengah duduk di kursi depan perpustakaan Universitas Nirwana. Matanya memperhatikan handphone yang sedari tadi dipegangnya, nampaknya ia sangat serius hingga tak sadar jika ada yang menepuk pundaknya.

    "Gue dari tadi nyariin Lo kemana aja, ternyata di sini." kata temannya yang bernama Deni.

    "Gue dari tadi di sini, mikirin tugas akuntansi pusing banget nih bro." jawab seseorang bernama Rian itu, nampaknya ia frustasi.

    "Ya elah, ayo ngopi aja ke kantin biar gak pusing."

    "Ya deh, ayo!"

    Tukang kebun nampak sedang merawat bunga yang tumbuh di depan Gedung F, mereka berpakaian seragam berwarna merah. Mereka diawasi oleh dosen yang berbadan besar dan berkepala botak, durasi waktu dipercepat karena setelah itu akan ada mata kuliah.

     "Lihatlah! Mereka nampak semangat bekerja." kata Rian.

    "Betul, gue jadi ingat sebuah cerita." kata Deni menanggapi.

    "Lo pernah dengar kisah Kerajaan Kalvaria?"

       "Apa itu?" 

  "Gue akan menceritakan kisahnya."

***

     Tersebutlah sebuah kerajaan besar bernama Kalvaria, di dalamnya terdapat sebuah kastil besar, air mancur dan juga kebun binatang. Kerajaan sangatlah damai dengan pemimpin ratu nan adil, hingga suatu saat kaum penghianat memberontak. Hancurlah seluruh kehidupan, rakyatpun ikut menderita.

        Hal itu terjadi ketika kaum penghianat diberikan semua kemewahan, tanggungjawab, tahta dan juga kewenangan. Membuat terlena hingga memiliki niat buruk memberontak kerajaan.

        Puncak pemberontakan adalah penculikan sang putri, lalu disekap dalam penjara keterasingan. Pemberontak geram saat beredar kabar burung, yakni sang ratu tiap harinya menggunakan satu peti emas negara untuk berfoya-foya. Salah satu abdi yang masih setia adalah kakaktua, meski ia berada dalam penjara yang berada di belakang istana, ia tak pernah mengkhianati kerajaan.

        Tak kalah kejamnya, musuh kerajaan yang lain, sudah membawa senjata. Namun senjata bukanlah pedang semata, senjata ini lebih ampuh yakni membodohkan rakyat. Rakyat yang sudah mengenal teknologi semakin dibodohkan dengan permainan, bahkan teknologi membuat rakyat menjadi malas, akhirnya semua prestasi hancur tiada tersisa.

     "Bagaimana ini Ratu, semuanya berantakan seperti ini?"

          "Aku juga bingung untuk melakukan apa."

     "Bahkan lingkungan kerajaan tak tertata, banjir dimana-mana, apa ini karena ulah kita sendiri membabat pepohonan sampai habis?"

            "Diamlah kau? Kau juga menikmati uangnya, jika kau tak bisa menutup mulutmu aku akan memecatmu!"

         "Ampuni saya, saya tidak akan bicara ini pada siapapun."

            Apapun yang dilakukan kerajaan, seperti membuat saluran air baru. Maupun program prestasi rakyat itu sudah tidak berguna lagi, semuanya kini berada di ujung tanduk. Bisa dilihat bahwa banjir sudah semakin besar dan merendam seluruh kerajaan, lalu prestasi rakyat yang mulai menurun, pemberontakan, harga diri sudah mulai hancur.

            Surya kembali bersinar dengan terangnya. Suasana kehangatan begitu terasa di kerajaan, saat itu kemunculan kesatria-kesatria langit. Mereka tak hanya bertarung menggunakan senjatanya, namun juga kecerdasan yang mereka miliki.

           Hujan kembali menetes di kerajaan, banjir kembali datang dan menenggelamkan seluruh lembaga istana. Dengan kekuatan angin, air yang membanjirinya dilemparkan ke udara. Lalu dengan sebuah pemikiran mereka permainan teknologi, disulap menjadi kegiatan-kegiatan yang memberikan ilmu pada mereka.

           Setelah hujan datang, pelangi muncul dengan warnanya nan indah. Keindahannya menaungi seluruh kerajaan, hingga sang ratu dihukum mati atas perbuatannya sendiri. Kehidupan kerajaan kembali damai sentosa, dengan pemimpin salah satu dari Kesatria langit.

            "Semoga kisah itu bisa menjadi pelajaran buat Lo." kata Deni mengakhiri ceritanya, lalu tiba-tiba ia menghilang, Ryan beranggapan bahwa Deni adalah kesatria dari Kerajaan Kalvaria yang menjelajah waktu.

Majalah Express UKM Penalaran 2020

Nyrtea

Glowing Maximal Tanpa Menguras Dompet Berlebih Manfaat untuk kesehatan kulit: - Mencegah penuaan dini - Mempercepat proses penye...