Sepahit Kopi
Masa itu kami habiskan dengan segelas kopi
Mengisi canda dan bahagia kehidupan
Hingga mereka pun datang membawa sepi
Mengisi kami dengan kesuraman abadi
Kami diam terbungkam
Menyaksikan setiap jalan dipenuhi seonggok daging bergeletakan
Membusuk dipenuhi lalat tak siapapun peduli
Kabar menyebut mereka tak pernah berhenti
Sampai bumi menjadi sepahit kopi
Menyisakan anak tanpa ayah, atau istri tanpa suami
Kami berdiri mengumandangkan lagu kematian
Burung gagak memenuhi langit, menutupi surya hingga sinarnya tak nampak lagi
Biarlah kenangan minum kopi disana masih mengganjal di hati
Kami hanya mampu melabuhkan doa di luar tempat suci yang rapat terkunci
Jombang, 20 Juni 2020
Maaf jika puisinya acak dan sudah lama hehe
BalasHapus